Jumat, 23 Januari 2009

Perjuangan Menuju Puncak (Hari ke-5)

Kami baru menyadari beberapa menit kemudian bahwa sekarang hari sudah berubah, tanggal sudah berganti. Ya, 1 Muharram 1430. Kami lewatkan pergantian tahun baru Hijriyah dalam perjalanan. Pos 1 telah kami lewati. Pos dua entah berapa lama lagi. Kami masih tetap semangat, meski fisik sudah mulai meronta menggeliat. Pun demikian, melihat sun rise di puncak lebih menggiurkan bagi kami untuk terus berjalan. Entah berapa lama lagi.

dalam perjalanan

Terlihat sekali bahwa kami tidak pernah olahraga. Lucu rasanya jika membayangkan perjalanan menuju puncak lebih banyak dihabiskan untuk istirahat. Berjalan beberapa meter kemudian istirahat. Lanjut lagi beberapa meter, istirahat lagi. Tujuan utama adalah sampai puncak, bukan sampai dengan cepat di puncak. So, tidak masalah bagi kami untuk selalu berhenti untuk sekedar mengatur nafas atau meregangkan kaki.

alon-alon......banget

Semakin lama kami berjalan semakin kami kurang percaya kepada semua orang yang turun dari puncak. Jawaban mereka selalu berbeda-beda saat ditanya berapa lama lagi kira-kira sampai puncak. Bodohnya, kami tetap saja bertanya kepada setiap orang yang berpapasan. Setidaknya, semangat kami kembali terlecut saat masih ada yang mengatakan “Sebentar lagi sampai.”

di atas awan

Sekitar pukul 02.30 pagi kami sampai di Pos 2. Cukup ramai dan ada warungnya. Banyaknya pendaki yang tidur menggoda kami untuk tidur sejenak. Tiga jam berjalan membuat kami cukup lelah. Tidurlah kami barang sejenak. Dari kami bertiga, hanya Anya yang tidak tidur. Mau tau apa yang dikerjakannya? Main game di Hpnya.

tidur di Pos 2

Satu jam kami gunakan untuk tidur……dan perjalanan pun dilanjutkan. Polanya masih sama, jalan dan istirahat, jalan dan istirahat. Shubuh menjelang, matahari pun mulai menjulang, dan perjalanan kami (katanya) belum sampai setengahnya. Entah yang lain, bagi Emal dari sinilah dimulainya cobaan, bujukan, dan hasutan untuk berhenti dan turun kembali.

Setelah Shalat, tubuh ini mulai melawan. Berada di ketinggian yang tidak biasa membuat badan ini terus memberontak. Perut mulai mual, kepala terasa berat, dan dada sudah mulai sesak. Mungkin perbedaan tekanan dan udara yang mulai menipis yang menyebabkan ini semua. Aku ingin menyerah….ingin sekali. Tapi kutahan karena melihat semangat teman-teman yang lain. Entah mereka merasakan hal yang sama atau tidak. Tapi semangat mereka membuatku menahan segalanya. Mungkin kami juga sama-sama menahan hal yang sama, sampai akhirnya kami tiba di Pos 3. Dan hujan pun turun…………………..

“Sebab dengan menyerah, kita tidak akan pernah tau apakah kita bisa atau tidak.”

Sungguh beruntung saat hujan turun kami berada di Pos 3. Tepat setelah kami melahap sarapan dari secuil roti. Berteduh, menunggu, menunggu, dan terus menunggu hujan reda. Kelelahan, kedinginan, dan berada dalam ketidakpastian kapan hujan akan reda, kapan kami akan melanjutkan perjalanan, dan kapan kami akan sampai di puncak.

di Pos 3

Dua jam berlalu, hujan mulai reda, dan kami berunding. Lanjut atau pulang? Kami tidak membawa jas hujan, lalu bagaimana kalau di tengah jalan hujan lagi? Kami tidak membawa tenda, lalu bagaimana jika sampai puncak siang atau sore hari yang berarti terpaksa menginap? mengingat perjalanan kami yang merayap. Semua kemungkinan diutarakan. Jawabannya tetap satu…..Lanjut. Urusan nanti ya dipikirkan nanti. Tujuan utama dan pertama adalah sampai puncak. Fokuskan saja pada itu. Begitulah mungkin pikiran kami. Sudah lebih dari separo jalan, nanggung. Gila……? Bukan, ini hanya semangat. Ini adalah mimpi kami. Dengan semangat mereka, aku pun malu untuk menyerah.

makan di Pos 4

Ternyata pagi lebih menyemangati kami untuk terus naik. Banyak hal yang dapat kami lihat, banyak hal yang dapat kami rasakan, dan banyak hal yang dapat kami nikmati. Kami berpikir akan seberapa banyak yang kami dapat di puncak nanti. Dan…..tibalah kami di Pos 4. Perjalanan pun akan lebih mudah. Kami habiskan bekal kami di Pos 4. Waktu menunjukkan sekitar pukul 10.00. Waktu untuk sarapan sekaligus makan siang kami. Satu Pop Mie plus satu gelas teh hangat.

pendaki dari depok, teman perjalanan

Sekitar pukul 11.30 kami akhirnya sampai di puncak. Puncak Argo Dumilah. Akhirnya, perjuangan berat itu membuahkan hasilnya. Sampai di Pos 5, kami sudah tidak peduli dengan Sendang Drajad, Argo Dalem, Argo Dumiling, atau Argo-argo yang lain. Tujuan kami hanya puncak Lawu. Hanya itu…..perjalanan berat kami dan waktu yang mengejar kami membuat kami hanya memiliki satu tujuan.

puncak itu.....


1, 2, 3,.........


...........4


akhirnya......


Sebuah rasa yang tiada tara saat kami mencapai Puncak Lawu. 3265 di atas permukaan laut. Bersyukur tidak ada kata menyerah. Sebab dengan menyerah, kita tidak akan pernah tau apakah kita bisa atau tidak. Jika tadi kami menyerah, kami tidak pernah tau apakah berhasil atau tidak. Dan ternyata kami bisa. Yes…..We Can!

tersenyum pada dunia


(no comment)


tadabbur alam


kenangan abadi


T-O-P B-G-T

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Pengalaman adalah guru paling berharga, whatsoever lah pepatahnya..
tapi sayang, diatas kurang lama..
sayang seribu sayang..