Selasa, 07 Juni 2011

Sebuah Perjalanan Mengelilingi Toba

"Ketakutan terbesarku adalah tidak bisa menulis di blog lagi setelah bekerja," begitu sahabatku pernah menulis. Dia hampir benar. Kini aku telah bekerja. Dan kini aku jarang atau mungkin hampir tidak pernah menulis di blog lagi. Bahkan hanya menulis saja, entah di mana dan tentang apa saja, aku sudah lupa pernah mengerjakannya atau tidak.

Sekarang, aku ingin membuktikan bahwa ramalan sahabatku itu tidak berlaku bagiku. Melalui blog ini aku ingin menulis lagi, lagi, dan lagi. Karena blog ini lebih banyak berisi tentang cerita-cerita dan gambar-gambar dari berbagai perjalananku, maka aku pun harus banyak jalan-jalan lagi, traveling lagi, dan berpetualang lagi. Tidak hanya untuk menulis saja, melainkan juga untuk menghibur diri, dan juga mencari istri…………………heheeeee. (yang terakhir hanya bercanda, jika ada yang menganggap serius, bisa hub saya…..wkwkwwkkkk).

Perjalanan kali ini, hanya ada empat manusia yang turut. Keempatnya sama-sama sedang mencari peruntungan di Medan dan sama-sama hidup di rumah kos yang sama. Saya namakan saja Rijanto's House, karena yang punya kos namanya Pak Rijanto. Tidak ada perencanaan istimewa dalam jalan-jalan kali ini. Berhubung Pak Rijanto sedang cuti kerja dan mobilnya nganggur begitu saja, akhirnya kami para penghuni sepakat untuk "melarikan" Avanza miliknya untuk Keliling Toba. Sebuah jalan-jalan nyaman (mobilnya ber-AC) tapi hemat (mobil pinjaman tanpa sewa).

Kami sebenarnya kos berlima, hanya saja satu kawan tidak dapat turut. Masih ada kerjaan kantor yang harus diselesaikan di akhir pekan, katanya. Hohoo…..deritamulah itu.


Air terjun "Ntahlah-Apa-Namanya" ini berada tepat di pinggir jalan antara KabanJahe-Sidikalang.

Tidak ingin banyak membuang waktu, kami berangkat Jumat malam selepas pulang ngantor. Semakin lama ditunda, semakin besar persentase untuk tidak jadi berangkat. Sebenarnya kami belum punya tujuan yang jelas dan lama perjalanan yang pasti. Kami berempat hanya berkeinginan sesegera mungkin keluar dari Medan yang sumpek dan serba acak adul. Belum lagi karena beban pekerjaan, yang sebenarnya masih ringan namun diberat-beratkan. Bosan kami dengan penat, dan enyah saja kau pekat, seperti berjelaga jika kami berada di Medan. Mungkin begitu jika Cinta-nya AADC yang merasakannya.

Dari Medan, kami langsung menuju Berastagi, malam itu juga. Tentu saja tidak ada yang dapat dilihat bahkan dikunjungi di Berastagi saat kami tiba pukul 01.00 dinihari. Kami putuskan tidur dulu di KabanJahe, bukan di wisma, losmen, apalagi hotel. Tapi di SPBU. HEMAT. Di dalam Avanza itu, ternyata bisa juga kami berempat menutup mata dalam posisi yang berbeda-beda.

Santy, Ganta, Wawan, dan Saya Sendiri (Tak perlu ditulis darimana anda harus membaca bukan)

Pagi itu juga, setelah Shubuh kami geber lagi Avanza pinjaman itu. Tujuannya sudah mulai jelas: Sidikalang, baru kemudian ke Pangururan, kota kecil di sisi Barat Pulau Samosir. Menuju Sidikalang, kami tidak sedang mencari pemandangan elok nan hijau, gunung yang menjulang, atau pasir putih dengan angin segarnya. Alih-alih mencari itu semua, kami malah mencari Rumah Tahanan (Rutan) Sidikalang. Temannya Santi sedang menjadi pesakitan di Rutan itu. Mungkin ini pertama di dunia, saya yakin anda tidak pernah berlibur akhir pekan dengan tujuan mengunjungi rumah tahanan. Kami sudah.

Siang hari kami sudah di Pangururan. Setelah mengelilingi Pulau Samosir sebelah Utara, sore itu juga kami menggunakan feri ke Parapat. Tanpa terasa malamnya, kami sudah berada di Pematang Siantar. Praktis seharian kami banyak habiskan waktu di jalan, bercanda dalam mobil, ngemil dalam mobil, dan tidur (kecuali saya: diskriminasi pada sopir). Mungkin inilah cara kami menikmati hidup kami akhir pekan itu, tanpa tujuan pasti kami hanya ketawa-ketiwi tanpa arti, sebelum akhirnya harus kembali ke Senin lagi.

Lalu bagaimana dengan malam kedua. Sungguh sebenarnya kami sudah lelah. Ingin sekali rasanya tidur di penginapan dengan kasur empuk dan air hangat untuk mandi. Sayangnya, Kami tidak menemukan hotel sekelas JW Marriot, Aryaduta, bahkan Sahid di Pemantang Siantar. Pun begitu ketika kami mencari hingga ke Tebing Tinggi. Daripada merendahkan diri dengan wisma-wisma murahan dan losmen-losmen tidak jelas, lebih baik kami tidur di SPBU lagi. Dan itulah yang terjadi…….heheeeee. HEMAT

Paginya, sebelum kembali ke Medan, setengah hari kami bermalasan di Pantai Cermin. Bermain kartu ditemani Mie Rebus dan Sate Udang. Di dalam gubuk kecil di atas pasir putih bersama sepoi angin laut. Kami hanya ingin menikmati akhir pekan ini……

Gambar-gambar ini mungkin dapat menggambarkan perjalanan kami……..meski sedikit…………


Lukisan bak truk tetap terlihat "nyeni" di manapun truknya dan apapun gambarnya



Danau Toba jika dilihat dari desa Tela, gerbang sebelum ke Pangururan



Salah satu sudut kota Pangururan



Rumah Adat Batak, banyak kami temui di pulau Samosir



Suasana di salah satu desa di Pulau Samosir



Melihat Toba (anda tidak perlu tau siapa dia)



Sore itu…………...



Pagi hari di Pantai Cermin……………(masih) sepi



Saat surut, kita bisa jauuuh berjalan ke tengah laut



Siapa bilang Pantai Cermin tidak seelok pantai lainnya, tinggal bagaimana sudut pandang kita saja



Momen seperti ini tetap selalu menyenangkan…..

Text and Photo by Emal Zain MTB