Senin, 15 Februari 2010

Not About Destination ....

Sudah lewat pukul 10 malam. Aku belum tidur juga. Padahal sudah lebih satu jam berbaring di tempat tidur. Malam bertambah dingin. Pakaian tiga lapis ditambah satu selimut tebal masih saja membuat hidungku mampet, kedinginan. Padahal tidur di Sarangan bukan sekali dua kali. Masih saja belum terbiasa dengan udara malam pada ketinggian sekitar 1200 meter di atas permukaan laut ini. Namun, bukan kondisi ini saja yang membuatku belum juga terlelap. Seperti perjalananku yang lain, sulit sekali untuk langsung tidur di malam hari. Bahkan selelah apapun badan ini.

Alih-alih kecemasan, ada semacam harapan yang membuat jantung serasa berdetak lebih kencang setiap malamnya. Sebelum tidur aku selalu bertanya-tanya perjalanan seperti apa yang akan aku lalui keesokan hari. Pengalaman menarik apa yang akan aku dapat. Orang seperti apa yang akan aku temui. Bagaimana tempat yang akan kusinggahi. Sampai cerita-cerita apa yang akan aku alami. Semuanya menjadi ritual yang tidak pernah tertinggal pada malam-malam di setiap perjalanan yang aku lakukan.

Dua malam sebelumnya, “ritual” serupa juga terjadi dengan sendirinya. Memikirkan bagaimana mengawali sebuah perjalan esok pagi. Menempuh jalur yang tidak biasa menuju Magetan. Melewati Gresik, Lamongan, Bojonegoro, kemudian turun ke Ngawi. Dan yang diharapkan, lebih banyak mengecewakan. Setidaknya aku tahu bahwa Jalur Selatan di Jawa Timur jauh lebih baik dan lebih menantang daripada Jalur Utara. Monoton dan Bergelombang, kerusakan hampir ada di seluruh ruas jalan sepanjang Gresik-Lamongan-Bojonegoro. Kecewa tapi menikmati. Terlebih saat BM 4775 CF akhirnya bisa bermanuver dengan kecepatan tinggi di jalur pegunungan kapur sebelum Ngawi.
Jembatan kereta api menuju Cepu melintas di atas Bengawan Solo. Bojonegoro hanya sekedar dilewati. Ingin lebih lama, apa daya teman pulang ke Surabaya. Kondisi jalan yang mayoritas tidak terawat, membuat mood pun buruk untuk lebih menjelajah

Jalur Cepu-Ngawi. Seperti pegunungan kapur utara yang lain, penuh jati dan sepi. Sedikit menantang tapi menakutkan


Magetan, khususnya Sarangan bisa jadi tempat yang paling sering aku kunjungi selama kuliah di Surabaya. Simple, banyak sanak saudara di sana. Kedua, dingin, sejuk, tenang, dan menentramkan. Ketiga, aku suka gunung, aku senang ketinggian, aku tergila-gila pada jalanannya yang berkelok-kelok. Over all, aku suka pegunungan, di manapun itu.
Sarangan.......

Behind the Sarangan....ada-ada saja..

Mie rebus, mie ayam, mie pangsit, apapun yang hangat-hangat sungguh sangat nikmat di santap di dinginnya Sarangan

Jalur menuju Sarangan. Maknyus untuk menguji kehebatan anda berkendara. Aplagi di pagi hari saat kabut masih tebal. Tajamkan mata dan waspadalah

Salah satu dusun di Desa Ngancar (sebelah Sarangan). Setiap hari hidup dalam resiko

Telaga Urung (sebelum Sarangan) dengan latar pegunungan Wilis di pagi hari

Gunung Lawu dilihat dari Jalur Plaosan-Poncol


Pegunungan pula yang menjadi rekan sepanjang perjalanan menuju Malang pada hari ketiga. Lagi-lagi mengambil jalur yang tidak biasa kalau tidak boleh dibilang “kurang kerjaan”. Magetan-Ponorogo-Trenggalek-Tulungagung-Blitar-Malang. Ponorogo-Trenggalek menjadi jalur favorit. Mendaki, menurun, dan berkelok-kelok khas pegunungan Selatan.

Pegunungan Selatan pulalah yang menjadikan aku gemar mengunjungi pantai selatan. Bukan semata-mata ingin tahu pantai itu sendiri, tapi juga perjalanan gunung menuju pantai. Tidak peduli mulus atau parah kondisi jalan, ada tantangan tersendiri. Terasa puas melihat ujung di pasir pantai setelah lelah menelusuri gunung dan hutan. Terbayar jauhnya trek dengan birunya air yang menyapu karang. Aahhhh…..Pantai Selatan is the best.
Jalur seperti ini yang bisa dilihat dan juga harus dilalui pada jalur Ponorogo-Trenggalek. Keren dan menantang bukan.....

Salah satu landscape saat menuju Pantai Popoh

PLTA Popoh, Nyawa listriknya Tulungagung, tapi mengotori Popoh. Dilema.....

Pantai Popoh, Tulungagung. Penuh perahu nelayan dan tercemar oleh pasir buangan, jadinya air yang seharusnya biru menjadi putih. Ini semua karena PLTA Popoh.

Pantai Serang, Blitar. Gambar diambil dari tempat ruqyat (melihat bulan). Cukup terpencil, tapi ada telepon masuk di kartu As-ku saat di pantai ini.

Pantai Jolosutro, Blitar. Harus melewati kebun jagung superluas sebelum ke sini. Secara keseluruhan, pantai-pantai Pacitan masih nomor satu.

Di atas jembatan kereta api rangka bawah di deket Waduk Karangkates. Beberapa ratus meter ke Timur, ada terowongan panjang yang berada persis di sebelah waduk. Dasar orang Teknik Sipil, gak jauh-jauh dari bangunan unik, kuno, dan aneh

Pengennya ditemenin jalan-jalan malam di Malang, malah jenguk yang nemenin lagi opname karena DBD. Semoga sekarang Emon sudah sembuh

Mampir di Kebun Raya Purwodadi sebelum ke Nongkojajar. Gak bisa komentar banyak sebelum menyambangi Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, dan Kebun Raya Bedugul


Hari keempat adalah perjalanan dari kota Malang ke Nongkojajar. Sebuah kecamatan kecil di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Sekitar 20 kilometer ke Timur untuk sampai di Kaldera Bromo. Meski baru pertamakali ke Nongkojajar, membuatku langsung menetapkannya sebagai tempat singgah favorit dan berencana untuk kembali nanti-nanti. Berada di ketinggian sekitar 1700 meter dpl, kecematan yang berdekatan dengan kecamatan Tosari ini jauh lebih dingin dan sangat sejuk dibanding Sarangan. Jalur menuju ke sana tentu saja menanjak dan berkelok-kelok. Sangat menguji kemampuan berkendara kita.

Nongkojajar tidak begitu dikenal. Tapi di sinilah salah satu pusat produksi apel malang, selain Batu tentu saja. Tidak hanya itu, stowbery dan durian juga menjadi komoditas Nongkojajar. Jarak dari desa yang satu ke desa yang lain cukup berjauhan. Berada pada masing-masing punggung bukit. Dipisahkan oleh lembah-lembah yang cukup curam. Jalur jalannya pun harus dilalui dengan menyusuri hutan yang masih lebat, disamping kebun apel tentu saja. Ya, beginilah desa-desa Tengger di TNBTS. Sepertinya, aku benar-benar ingin kembali untuk lebih mengeksplornya…..
bisa langsung dimakan tanpa dipetik...heheee

Aktivitas menimbang apel sebelum dibawa ke pengepul. Di Nongkojajar, juga mungkin di tempat lain, ternyata penadah atau pengepul alias si pengendali harga jauh lebih kaya dibanding para petaninya. Jadi, rumah-rumah mewah di Nongkojajar sebenarnya bukan milik petani yang punya berhektar-hektar lahan, melainkan milik pengepul

Main badminton bareng PGRI Nongkojajar (gantinya main pekanan di Gebang) heheee. Sewaktu ke sana, bertepatan dengan jadwal mainnya guru-guru. di ajak deh sama Om. Lumayan, gantiin main pekanan yang absen di Gebang Kidul

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Akhirnya, kesampaian juga di Puncak Penanjakan....

Pegunungan Arjuna dilihat dari Penanjakan. Jika beruntung, dari puncak satu gunung, kita bisa lihat gunung-gunung yang lain.


Lima hari dalam perjalanan. Sekitar 1050 km jalur ditempuh. 11 kabupaten dilalui. Tujuh kota disinggahi. Empat pegunungan didaki. Dua sungai besar disebrangi. Tiga pantai ditelusuri. Tapi ini bukan tentang destinasi. Ini adalah perjalanan itu sendiri.
Foto terakhir sebelum pulang. Lokasinya di jalur menuju Penanjakan. Di atas kaldera Bromo tepatnya

Special thanks to..
Bang Jenewar, atas pemberian kameranya. Perjalan ini untuk menguji ketangguhan pocket itu.
Anggi, yang telah memberikan info pantai-pantai di Blitar
Yasqi dan Rafi, membuat lelahku berujung senyum selalu
Anindi dan Tita, Nongkojajar terasa hangat dengan laku kalian
Dan Mbak Isti, karenamu malam itu menjadi malam terakhir perjalanan di mana aku tidur dengan nyenyak.

9 komentar:

Unknown mengatakan...

iri aku ut!!!

lu olang emang gela abiz!!!

:p

Zayn Zesha mengatakan...

heheee....
masih ada yang lebih gila, tunggu saja.

andai saja indonesia bukan kepulauan, tuh BM 4775 CF bakal digeber jauh. because lebih murah gitu loh. lima hari ini aja gak abis 150 ribu total semua.

waktu kita ke madura, total berdua gak sampe 300ribu. cari duit lagi....nabung lagii....jalan lagiii

Lisāna mengatakan...

asik, mas emal. :)

Zayn Zesha mengatakan...

@cha
ini Icha?
wah ngeblog juga.....
bagus....bagus....bagus

pink marsmallow mengatakan...

wew,,,,bgs2 fotoe,,,
mal, ni ste..
blogmu ta link dr blogq yah,, hehehhee...

pink marsmallow mengatakan...

mallll, ni ste,,,
blogmu ta link dr blogq yak,,, hehehhee...

Zayn Zesha mengatakan...

oke stell....
thanks dah ngelink

sory...yang blog ini emang aku gak ngelink kemana-mana.

Taufik mengatakan...

Salam kenal mas..
Sama2 penggemar jalan2. hehehe
Aku iri sama penenjakannya, kemaren sempat kesana tapi motor temen ada yang kebakar kampas koplingnya, walhasil gak berhasil mencapai puncak penanjakan...

Anonim mengatakan...

Pondok pertaniaan tanjung dibuka untuk umum Sejak maret tahun 2010 , dengan meng’informasi’kan melalui “face book” dengan nama: bromo tanjung pondok pertanian
Pondok pertanian tanjung ini, terletak di dukuh: Tanjunng rt.03. rw.03. desa: Baledono. kec: Tosari. kab: Pasuruan Ja-Tim. (Km. 99. dari Surabaya) km 99 itu tertera di pal penunjuk km di jalan raya depan pondok pertanian , kurang lebih 7 km sebelum kec: Tosari. Akses menuju pondok pertanian tanjung: dari 'Pasuruan' ambil arah malang smp di 'Warungdowo' (-+ 7km), belok kiri smp 'Ranggeh' belok kanan menuju 'Pasrepan' terus saja smp 'Puspo' terus saja melewati hutan2 mahoni dan pinus smp dukuh 'Jonggo" terus sedikit melewati hutan pinus smp ketemu rumah pertama lansung belok kiri turun kebawah, ” Podok Pertanian Tanjung” terletak di sebelah kiri jalan dr pasuruan di Km.99 .

@.kamar los + 2 km mandi luar kapst: 8 s/d 16 orang, cukup memasukan dana "sukarela" ke kotak dana perawatan pondok pertanian. (tanpa tarif)
@.kamar utama + km mandi dalam + perapian, kapst: 2 s/d 4 orang. Rp.150.000,- / malam.

*.fasilitas:.dapur,. kulkas,. ruang makan,. teras (4 x 12 m),. halaman api unggun,. tempat parkir unt . . 6 mobil,. kebun sayur.
*.bisa masak sendiri dng menganti LPJ dsb..Rp.30.000,-
*.bisa dimasakan menu sederhana Rp.20.000,- 1x.makan. (.bisa nego dgn ibu Sulis.)

# untuk informasi hub per sms/tlp: 085608326673 - 081249244733 ( Elie – Sulis ) 081553258296 (Dudick). 0343-571144 (pondok pertanian).
Sejak beberapa bulan kami informasikan di dunia maya, ada beberapa tamu yang datang dan sms ke kami demikian: ~Terima kasih pak, pondok pertanian tanjung di buka untuk umum, menyenangkan sekali bermalam disana, dengan ditemani anak2 kecil dukuh tanjung suasana jadi rame, pelayanan mbak Sulis yang ramah dan kekeluargaan jadi pengen balik lagi ke tanjung ~Ulfa Afandy: Sebenarnya kemaren tu kami mau kesana karena posisi sdh di probolinggo, sayangnya dah kesiangan (Ώggªk bs liat sunrise ntr),,,jadi kami re schedule insyaAlloh next kesana lagi, kami rindu makanannya terutama sambelnya mb Sulis, tempatnya, orang2nya, owesome...di bromo tanjung pondok pertanian ‘enak makan enak tidur’