
Alih-alih kecemasan, ada semacam harapan yang membuat jantung serasa berdetak lebih kencang setiap malamnya. Sebelum tidur aku selalu bertanya-tanya perjalanan seperti apa yang akan aku lalui keesokan hari. Pengalaman menarik apa yang akan aku dapat. Orang seperti apa yang akan aku temui. Bagaimana tempat yang akan kusinggahi. Sampai cerita-cerita apa yang akan aku alami. Semuanya menjadi ritual yang tidak pernah tertinggal pada malam-malam di setiap perjalanan yang aku lakukan.
Dua malam sebelumnya, “ritual” serupa juga terjadi dengan sendirinya. Memikirkan bagaimana mengawali sebuah perjalan esok pagi. Menempuh jalur yang tidak biasa menuju Magetan. Melewati Gresik, Lamongan, Bojonegoro, kemudian turun ke Ngawi. Dan yang diharapkan, lebih banyak mengecewakan. Setidaknya aku tahu bahwa Jalur Selatan di Jawa Timur jauh lebih baik dan lebih menantang daripada Jalur Utara. Monoton dan Bergelombang, kerusakan hampir ada di seluruh ruas jalan sepanjang Gresik-Lamongan-Bojonegoro. Kecewa tapi menikmati. Terlebih saat BM 4775 CF akhirnya bisa bermanuver dengan kecepatan tinggi di jalur pegunungan kapur sebelum Ngawi.
Magetan, khususnya Sarangan bisa jadi tempat yang paling sering aku kunjungi selama kuliah di Surabaya. Simple, banyak sanak saudara di sana. Kedua, dingin, sejuk, tenang, dan menentramkan. Ketiga, aku suka gunung, aku senang ketinggian, aku tergila-gila pada jalanannya yang berkelok-kelok. Over all, aku suka pegunungan, di manapun itu.
Pegunungan pula yang menjadi rekan sepanjang perjalanan menuju Malang pada hari ketiga. Lagi-lagi mengambil jalur yang tidak biasa kalau tidak boleh dibilang “kurang kerjaan”. Magetan-Ponorogo-Trenggalek-Tulungagung-Blitar-Malang. Ponorogo-Trenggalek menjadi jalur favorit. Mendaki, menurun, dan berkelok-kelok khas pegunungan Selatan.
Pegunungan Selatan pulalah yang menjadikan aku gemar mengunjungi pantai selatan. Bukan semata-mata ingin tahu pantai itu sendiri, tapi juga perjalanan gunung menuju pantai. Tidak peduli mulus atau parah kondisi jalan, ada tantangan tersendiri. Terasa puas melihat ujung di pasir pantai setelah lelah menelusuri gunung dan hutan. Terbayar jauhnya trek dengan birunya air yang menyapu karang. Aahhhh…..Pantai Selatan is the best.
Pegunungan Selatan pulalah yang menjadikan aku gemar mengunjungi pantai selatan. Bukan semata-mata ingin tahu pantai itu sendiri, tapi juga perjalanan gunung menuju pantai. Tidak peduli mulus atau parah kondisi jalan, ada tantangan tersendiri. Terasa puas melihat ujung di pasir pantai setelah lelah menelusuri gunung dan hutan. Terbayar jauhnya trek dengan birunya air yang menyapu karang. Aahhhh…..Pantai Selatan is the best.
Hari keempat adalah perjalanan dari kota Malang ke Nongkojajar. Sebuah kecamatan kecil di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Sekitar 20 kilometer ke Timur untuk sampai di Kaldera Bromo. Meski baru pertamakali ke Nongkojajar, membuatku langsung menetapkannya sebagai tempat singgah favorit dan berencana untuk kembali nanti-nanti. Berada di ketinggian sekitar 1700 meter dpl, kecematan yang berdekatan dengan kecamatan Tosari ini jauh lebih dingin dan sangat sejuk dibanding Sarangan. Jalur menuju ke sana tentu saja menanjak dan berkelok-kelok. Sangat menguji kemampuan berkendara kita.
Nongkojajar tidak begitu dikenal. Tapi di sinilah salah satu pusat produksi apel malang, selain Batu tentu saja. Tidak hanya itu, stowbery dan durian juga menjadi komoditas Nongkojajar. Jarak dari desa yang satu ke desa yang lain cukup berjauhan. Berada pada masing-masing punggung bukit. Dipisahkan oleh lembah-lembah yang cukup curam. Jalur jalannya pun harus dilalui dengan menyusuri hutan yang masih lebat, disamping kebun apel tentu saja. Ya, beginilah desa-desa Tengger di TNBTS. Sepertinya, aku benar-benar ingin kembali untuk lebih mengeksplornya…..
Nongkojajar tidak begitu dikenal. Tapi di sinilah salah satu pusat produksi apel malang, selain Batu tentu saja. Tidak hanya itu, stowbery dan durian juga menjadi komoditas Nongkojajar. Jarak dari desa yang satu ke desa yang lain cukup berjauhan. Berada pada masing-masing punggung bukit. Dipisahkan oleh lembah-lembah yang cukup curam. Jalur jalannya pun harus dilalui dengan menyusuri hutan yang masih lebat, disamping kebun apel tentu saja. Ya, beginilah desa-desa Tengger di TNBTS. Sepertinya, aku benar-benar ingin kembali untuk lebih mengeksplornya…..
Lima hari dalam perjalanan. Sekitar 1050 km jalur ditempuh. 11 kabupaten dilalui. Tujuh kota disinggahi. Empat pegunungan didaki. Dua sungai besar disebrangi. Tiga pantai ditelusuri. Tapi ini bukan tentang destinasi. Ini adalah perjalanan itu sendiri.
Bang Jenewar, atas pemberian kameranya. Perjalan ini untuk menguji ketangguhan pocket itu.
Anggi, yang telah memberikan info pantai-pantai di Blitar
Yasqi dan Rafi, membuat lelahku berujung senyum selalu
Anindi dan Tita, Nongkojajar terasa hangat dengan laku kalian
Dan Mbak Isti, karenamu malam itu menjadi malam terakhir perjalanan di mana aku tidur dengan nyenyak.
9 komentar:
iri aku ut!!!
lu olang emang gela abiz!!!
:p
heheee....
masih ada yang lebih gila, tunggu saja.
andai saja indonesia bukan kepulauan, tuh BM 4775 CF bakal digeber jauh. because lebih murah gitu loh. lima hari ini aja gak abis 150 ribu total semua.
waktu kita ke madura, total berdua gak sampe 300ribu. cari duit lagi....nabung lagii....jalan lagiii
asik, mas emal. :)
@cha
ini Icha?
wah ngeblog juga.....
bagus....bagus....bagus
wew,,,,bgs2 fotoe,,,
mal, ni ste..
blogmu ta link dr blogq yah,, hehehhee...
mallll, ni ste,,,
blogmu ta link dr blogq yak,,, hehehhee...
oke stell....
thanks dah ngelink
sory...yang blog ini emang aku gak ngelink kemana-mana.
Salam kenal mas..
Sama2 penggemar jalan2. hehehe
Aku iri sama penenjakannya, kemaren sempat kesana tapi motor temen ada yang kebakar kampas koplingnya, walhasil gak berhasil mencapai puncak penanjakan...
Pondok pertaniaan tanjung dibuka untuk umum Sejak maret tahun 2010 , dengan meng’informasi’kan melalui “face book” dengan nama: bromo tanjung pondok pertanian
Pondok pertanian tanjung ini, terletak di dukuh: Tanjunng rt.03. rw.03. desa: Baledono. kec: Tosari. kab: Pasuruan Ja-Tim. (Km. 99. dari Surabaya) km 99 itu tertera di pal penunjuk km di jalan raya depan pondok pertanian , kurang lebih 7 km sebelum kec: Tosari. Akses menuju pondok pertanian tanjung: dari 'Pasuruan' ambil arah malang smp di 'Warungdowo' (-+ 7km), belok kiri smp 'Ranggeh' belok kanan menuju 'Pasrepan' terus saja smp 'Puspo' terus saja melewati hutan2 mahoni dan pinus smp dukuh 'Jonggo" terus sedikit melewati hutan pinus smp ketemu rumah pertama lansung belok kiri turun kebawah, ” Podok Pertanian Tanjung” terletak di sebelah kiri jalan dr pasuruan di Km.99 .
@.kamar los + 2 km mandi luar kapst: 8 s/d 16 orang, cukup memasukan dana "sukarela" ke kotak dana perawatan pondok pertanian. (tanpa tarif)
@.kamar utama + km mandi dalam + perapian, kapst: 2 s/d 4 orang. Rp.150.000,- / malam.
*.fasilitas:.dapur,. kulkas,. ruang makan,. teras (4 x 12 m),. halaman api unggun,. tempat parkir unt . . 6 mobil,. kebun sayur.
*.bisa masak sendiri dng menganti LPJ dsb..Rp.30.000,-
*.bisa dimasakan menu sederhana Rp.20.000,- 1x.makan. (.bisa nego dgn ibu Sulis.)
# untuk informasi hub per sms/tlp: 085608326673 - 081249244733 ( Elie – Sulis ) 081553258296 (Dudick). 0343-571144 (pondok pertanian).
Sejak beberapa bulan kami informasikan di dunia maya, ada beberapa tamu yang datang dan sms ke kami demikian: ~Terima kasih pak, pondok pertanian tanjung di buka untuk umum, menyenangkan sekali bermalam disana, dengan ditemani anak2 kecil dukuh tanjung suasana jadi rame, pelayanan mbak Sulis yang ramah dan kekeluargaan jadi pengen balik lagi ke tanjung ~Ulfa Afandy: Sebenarnya kemaren tu kami mau kesana karena posisi sdh di probolinggo, sayangnya dah kesiangan (Ώggªk bs liat sunrise ntr),,,jadi kami re schedule insyaAlloh next kesana lagi, kami rindu makanannya terutama sambelnya mb Sulis, tempatnya, orang2nya, owesome...di bromo tanjung pondok pertanian ‘enak makan enak tidur’
Posting Komentar