Malam nanti kami akan memulia petualangan baru. Mendaki gunung! Benar-benar gunung di mana tidak ada kendaraan yang bisa menjangkaunya, seperti Bromo atau Kelud. Hari ini, menjelang malam kami habiskan sisa waktu untuk melengkapi perlengkapan dan segala macam kebutuhan yang diprediksi akan digunakan. Dan siang ini juga kami kedatangan dua teman lagi. Dua orang yang akan menambah jumlah kami menjadi empat dan akan menambah jumlah pendaki baru gunung Lawu.
kami yang berangkat
Siang itu Mbak Lutfi dan Anya tiba di Sarangan. Mereka anak ITS juga. Kami mengenal karena media. Mereka anak-anak Infokom BEM ITS. Maaf banget An (Aan, kadiv infokom)….anak buahmu tak culik dulu. Ehmmm…..mereka sih yang pengen ikut. Heheeee. Yah…..begitulah. Kami berempat yang akan menaklukkan Lawu………….malam ini.
Sebelum malam, kami sempatkan jalan ke Ngadiloyo. Pemanasan terakhir. Terutama bagi dua srikandi yang baru tiba di Sarangan. Supaya lebih menyesuaikan saja. Dan tentu saja sambil foto-foto di tengah keindahan Ngancar.
“Modal kami semangat. Yah….. hanya semangat dan mimpi untuk meraih puncak Lawu.”
Pukul 22.00 kami berangkat dari bawah. Sampai Cemoro Sewu sekitar pukul 11.00. Sedikit terlambat karena insiden kecil yang terjadi di jalan. Insiden itu kami anggap sebagai cobaan pertama. Insiden yang melelahkan, membuat berkeringat, sehingga dinginnya Cemoro Sewu tak lagi begitu terasa.
Cemoro Sewu adalah desa tertinggi di Magetan. Gerbang menuju lawu untuk wilayah Jawa Timur. Beberapa ratus meter ke Barat, terdapat Cemoro Kandang, gerbang untuk wilayah Jawa Selatan. Pendaki bebas memilih dari mana akan memulai perjalanan. Tepat pukul 23.30 kami berangkat dari Cemoro Sewu.
Perbekalan kami seadanya. Lebih diutamakan untuk mengantisipasi hawa dingin. 2 sampai 3 jaket kami bawa. Senter itu pasti. makanan hanya Pop Mie dan beberapa roti untuk sarapan, serta beberapa botol air mineral. Dan yang tidak boleh ketinggalan, kami membawa tiga kamera. Lebih baik kami tidak makan daripada tidak mendapat gambar di atas nanti. Mungkin kami semua akan berpikir seperti itu. Kami memang tidak membawa tenda, karena tidak berniat untuk menginap. Direncanakan sampai puncak pagi hari, sehingga siang hari kami sudah akan turun lagi. kesalahan terbesar adalah lupa membawa jas hujan. Nekat sekali di musim penghujan, naik gunung tanpa jas hujan. Kami hanya bisa berdoa.
Diantara kami berempat tidak ada yang pernah naik gunung. Kami nol pengalaman dalam hal ini. Persiapan pun hanya seadanya. Tapi kami tidak seperti Bonek yang bermodalkan nekat. Modal kami semangat. Yah….. hanya semangat dan mimpi untuk meraih puncak Lawu. Argo Dumilah.
2 komentar:
Sangat mengharukan kawan...
kenangan abadi...
the first and never be last..
setujuuuuu
Posting Komentar