Sabtu, 05 Februari 2011

From My Sister About My Girl

Teman, punya anak kritis dan suka bertanya memang terasa menyenangkan, membanggakan, menggemaskan, tapi terkadang juga agak merepotkan. Kalau pertanyaannya bisa kita jawab tentu tidak menjadi masalah. Seperti halnya Nayya (5,3 thn) yang sering betul bertanya tentang apa saja. Jadi saya nggak boleh capek jawabnya. Kalau pertanyaannya cuma sekedar : “Mi..batuk itu apa?” Saya tinggal jawab, “Batuk itu berarti ada kuman atau kotoran di saluran napas atau di paru-paru kita sayang…lalu dikeluarkan lewat batuk”. Atau kalau dia bertanya: “Ummi,kenapa perut itu ga ada tulangnya seperti dada?”. Saya tinggal jawab, “ Lha nanti kalo Nayya maemnya banyak perutnya buncit kemana kalo dihalangin ma tulang.”

Tapi terkadang pertanyaan-pertanyaan Nayya sering juga buat saya kewalahan. Seperti dialog yang terjadi beberapa waktu yang lalu, ketika Nayya masih berusia 4,5 tahun. Saya masih ingat betul.

“Ummi….Allah itu dimana?” Walah nak…pertanyaan ini para filsuf dan sufi aja beda-beda jawabnya.
“Mmm…Allah itu ada diatas langit sana nak.”

Saya pikir itu yang lebih mudah dipahami Nayya di usianya. Menjelaskan bahwa Allah bersemayam diatas Arsy, atau bahwa Allah selalu bersama kita dan lebih dekat dari urat leher kita sendiri tentu akan membingungkannya.

“Allah bisa melihat kita?”
“Iya bisa nak…”
“Kenapa Nayya ga bisa lihat Allah?”
( Hah !! )
“Hmm…bisa nak Nayya lihat Allah tapi besok insyaAllah di surga.”
“Ooh…kenapa Allah bisa lihat kita tapi kita tidak bisa lihat Allah?”
“Karena Allah itu Maha Melihat….”
“Maha Melihat itu apa?”
“Maha Melihat itu artinya Allah itu hebaaatt kali nak..”
“Oh…gitu ya mi. Hebat kali Allah itu ya mi, ga kelihatan tapi bisa lihat kita. Allah itu Maha Kuat juga kan mi? (Kalimat itu diingatnya dari buku Mengenal Allah yang dibacanya). Nayya mau maem yang banyak ah..biar kuat seperti Allah. Allah itu maemnya banyak juga kan mi?”

(speechless…..mau jawab apa coba?)

Nayya punya ketertarikan yang besar pada persoalan aqidah. Dia sangat ingin tahu tentang Allah. Dia juga amat menyukai buku dan lagu dengan tema tauhid. Duh.….tergetar, terharu, tapi juga panas dingin. Takut. Takut tidak bisa menjelaskan dan memberi pemahaman dengan bahasa yang tepat untuk anak seusianya. Takut jadi berabe. Tapi bismillah, coba jawab aja semampunya semua pertanyaannya. Yakin bahwa fitrah manusia adalah mengesakanNya. Seperti keakrabannya dengan kata surga dan neraka walaupun dia belum paham betul apa maksudnya.

“ Ummi, Nayya mau ke surga. Kapan…?”
"Iya besok nak…kalau Nayya udah besar.”
“ Sama ummi?”
“Iya, sama abi juga. (Amiiiinnnn……) sama ibu, abah, om ut, atuk, nenek, semua ya nak ya..”“ Trus boboknya gimana, mandinya gimana?”
“ Ya kita bobok disana mandi disana juga. Pindah rumah kita nanti nak..” (Hee…)
“ Punya rumah kita di surga mi?”
“ Iya..insyaAllah…..berdoa sama Allah ya nak…”

Nayya……yang “lasak” ga pernah bisa diam, yang kritis selalu bertanya, yang berbakat banget untuk sinis, yang suka nangis kalau umminya sakit, yang kalau dia bertanya umminya ga bisa jawab selalu bilang “gimana sih ummi, udah besar kok ga tau...”, telah mengingatkan saya. Tentang fitrah saya untuk selalu mengesakanNya, bersyukur dan berserah diri padaNya, lewat semua pertanyaan-pertanyaannya.

Mungkin semua orang tua mengalami ini, atau mungkin juga ada yang tidak sama sekali. Tapi ingatlah Quran telah mengajarkan kita bahwa tauhid adalah ajaran yang paling substansial dalam mendidik anak sebelum kita mengajarkan mereka ilmu dan kebaikan yang lain.

“ Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “ Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” QS. Lukman : 13

Semoga kita menjadi orang tua yang diberi kekuatan mengukir sejarah generasi tauhid yang pemberani, pembela agama dan kaum yang lemah.





Dan beberapa hari yang lalu, Nayya bertanya lagi.

“ Ummi, manusia yang pertama dilahirkan siapa mi?”
“ Nabi Adam sayang…”
“ Trus?”
“ Terus Siti Hawa istrinya.”
“ Trus kalo Allah itu siapa yang melahirkannya?”
“ Ya ga ada nak…Allah itu ada dengan sendirinya.”
( Nayya diam. Berpikir. Ga tau deh mikir apa.)

“ Ya Allah berikanlah kepadanya hikmah, dan jadikanlah ia buah tutur yang baik lagi tinggi budi pekertinya.”



By Lufita Nur Alfiah
Ummi-nya Nayyara Dzafir Fairuza